Deep in the stacks of Oxford’s Bodleian Library, young scholar Diana Bishop unwittingly calls up a bewitched alchemical manuscript in the course of her research. Descended from an old and distinguished line of witches, Diana wants nothing to do with sorcery; so after a furtive glance and a few notes, she banishes the book to the stacks. But her discovery sets a fantastical underworld stirring, and a horde of daemons, witches, and vampires soon descends upon the library. Diana has stumbled upon a coveted treasure lost for centuries-and she is the only creature who can break its spell.
Debut novelist Deborah Harkness has crafted a mesmerizing and addictive read, equal parts history and magic, romance and suspense. Diana is a bold heroine who meets her equal in vampire geneticist Matthew Clairmont, and gradually warms up to him as their alliance deepens into an intimacy that violates age-old taboos. This smart, sophisticated story harks back to the novels of Anne Rice, but it is as contemporary and sensual as the Twilight series-with an extra serving of historical realism.
Cinta Syakila dan Firdaus ibarat bintang-bintang yang bergemerlapan. Namum perjalanan hidup sebenarnya tidaklah seindah impian dan harapan.
Dek tidak tahan menanggung penderitaan demi penderitaan, Syakila mencari keadilan dan kebenaran yang seakan-akan tersembunyi. Namun pencariannya terkandas bila dia diburu oleh Datin Habsah, seorang wanita korporat yang bersikap mata duitan.
Mereka dilahirkan dari rahim yang sama. Namun Zar tidak pernay menyukai ataupun menyanyangi adiknya, Zarina. Kehadiran Iskandar di sisi Zarina membuatkan Zara cembur. Dia ingin menakluki Iskandar hanya kerana lelaku itu dicintail oleh adiknya. Cinta yang tersungkur di tengah jalan membuatkan hati Zarina kecewa. Namun, dia tidak menanam benci terhadap Iskandar. Dia sanggup berkorban demi Iskandar. Baik Zara mahupun Zarina, masing-masing tidak tahu siapakah sebenarnya didambakan oleh lelaki yang menjadi rebutan mereka berdua. Siapakah perempuan bernama Daphne yang tiba-tiba sahaja muncul?
“Cinta itu amat indah. Yang dititipkan di hati setiap manusia. Kata seorang teman, cinta ada magisnya. Cinta mampu membuat kita ketawa gembira. Cinta juga mampu membuat kita hidup berendam airmata. Sewaktu saya menulis novel ini, saya membayangkan bagaimana sakitnya menjadi seorang perempuan yang dikuis cintanya tatkala bahagia berada di ambang mata. Namun, mungkin betul juga kata teman saya ini - tidak semua cinta berakhir di gerbang perkahwinan.” — Rosa Nur Iman —
Nur Amira pasrah apabila dijodohkan dengan Tengku Faizal. Pertama kali berterntang mata, Nur Amira telah jatuh cinta. Bermula saat itu, dia mengabdikan dirinya dengan cinta dan kasih sayang yang mekar di dalam hati.
Namun, cinta yang bersemi tidak bersambut. Tengku Faizal tekad membenci dan menjauhkan dirinya daripada Nur Amira. Baginya Nur Amira pemusah cintanya bersama Julia. Dalam diam, dia merancang mendapatkan kembali Julia yang sudah pergi jauh.
Mereka menanti cinta sejati, tanpa sedar cinta itu ada di depan mata. Biar bibir menafikannya, namun hati tidak dapat menyangkal. Apabila berjauhan daripada si dia, Syamin dan Fira mula rasa resah gelisah, dibelenggu rindu. Akhirnya mereka akur, hati sudah sayang.
IKA MADERA penulis dari Kota Singa ini menggunakan bahasa Melayu Nusantara yang unik. Caranya bercerita membuat senyum melekat di bibir. Jet Jonah – sebuah kisah cinta kasih sayang yang manis berlatarkan masyarakat Melayu di Kota London.
Sedikit sinopsis :
London, 2007
“Tak ada apa pelan!”
“Whoaaa whoaaa, kau dah suruh aku bangun pagi-pagi, datang ke sini! Terang fasal tu dan terus balik? Mana aci!”
“Habis tu?”
“Kita pergi jalan-jalan!” usul Jet.
“Ke mana?”
“Ahah! Biar Kapten Jet jadi pemandu pelancong anda hari ini ya?”
Jonah tertawa mendengar nada suara Jet yang dibuat ala-ala suara Captain Planet pula. Kartun kegemaran mereka berdua waktu kecil dahulu!
Ya, biarlah Kapten Jet yang mengemudikan hati itu ke hati ini!
II
1 Syawal, 1428
Cantiknya Jonah berbaju kurung warna merah jambu, cair hati Jet: macam manalah tak jatuh hati. Rupanya, hati Ikhwan yang dipautnya.
“Izzat, dengar tak apa emak cakap ni? Senyap saja kamu?”
“Tak dengar. Maaf, Izzat penat sangat rasanya.”
“Hmm… berehatlah. Tak pergi ke mana-mana ke hari ini?”
“Rumah Kak Melati tadi.”
“Ohhhh, jumpalah Jannah sekali? Sihat dia?”
Sihatlah emak! Orang lain bahagia bercinta, anak emak yang merana sekarang ini!
A fabulously engaging and exciting novel about a man who has to learn about life and love the hard way. Harry Silver has it all. A successful job in TV, a gorgeous wife, a lovely child. And in one moment of madness, he chucks it all away. Man and Boy is the story of how he comes to terms with his life and achieves a degree of self-respect, bringing up his son alone and, gradually, learning what words like love and family really mean. It is very well written, pacy, funny, and heart-breakingly moving.
All children should believe they are special. But the students of Hailsham, an elite school in the English countryside, are so special that visitors shun them, and only by rumor and the occasional fleeting remark by a teacher do they discover their unconventional origins and strange destiny. Kazuo Ishiguro’s sixth novel, Never Let Me Go, is a masterpiece of indirection. Like the students of Hailsham, readers are told but not told what is going on and should be allowed to discover the secrets of Hailsham and the truth about these children on their own. Offsetting the bizarreness of these revelations is the placid, measured voice of the narrator, Kathy H., a 31-year-old Hailsham alumna who, at the close of the 1990s, is consciously ending one phase of her life and beginning another. She is in a reflective mood, and recounts not only her childhood memories, but her quest in adulthood to find out more about Hailsham and the idealistic women who ran it. Although often poignant, Kathy’s matter-of-fact narration blunts the sharper emotional effects you might expect in a novel that deals with illness, self-sacrifice, and the severe restriction of personal freedoms. As in Ishiguro’s best-known work, The Remains of the Day, only after closing the book do you absorb the magnitude of what his characters endure. —Regina Marler
It should be the most natural thing in the world. But in Tony Parsons’ latest bestseller, three couples discover that Mother Nature can be one hell of a bitch. Paulo loves Jessica. He thinks that together they are complete — a family of two. But Jessica can’t be happy until she has a baby, and the baby stubbornly refuses to come. Can a man and a woman ever really be a family of two? Megan doesn’t love her boyriend anymore. After a one-night stand with an Australian beach bum, she finds that even a trainee doctor can slip up on the family planning. Should you bring a child into the world if you don’t love its father? Cat loves her life. After bringing up her two youngest sisters, all she craves is freedom. Her older boyfriend has done the family thing before and is in no rush to do it all again. But can a modern woman really find true happiness without ever being in the family way? Three sisters. Three couples. Two pregnancies. Six men and women struggling with love, sex, fertility and the meaning of family. And one more bitter-sweet bestseller from the author of MAN AND BOY.
Aidid Rayyan dan Jenissa, saling merindu, namun cinta yang tidak sempat diucapkan sering kali menyeksa jiwa. Aidid menyangka Jenissa telah pergi jauh daripadanya walhal keduanya sering berselisih di mana-mana.
Suatu ketika, Jenissa tersedar betapa memuncaknya rasa rindu hingga memaksa diri untuk mengalah. Jenissa hadir… tepat pada masanya. Aidid pula sedaya upaya cuba menggunakan kesempatan yang ada. Aidid menuntut jawapan dan balasan untuk cinta yang diungkapkannya. Jenissa yang pemalu akhirnya akur pada kata hati lalu. Bagaimanapun peristiwa itu berlaku jua, membuatkan Jenissa menarik balik semua ayat-ayat cinta yang dinukilkan buat Aidid Rayyan. Hatinya sakit apabila yang ada dalam hati tidak dihargai kekasih hati.
Sejauh manakah kuatnya cinta yang mampu menyatukan dua jiwa, jadi satu hati, sedang pelbagai konflik dikecohkan di sekeliling mereka? Dan benarkah hati seorang perempuan itu umpama kerak nasi yang akan lembut akhirnya? Mungkinkah perasaan yang ada dalam hati bakal melepasi semua gelora diri?